Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menyadari betul bahwa salah satu cara memerangi praktik korupsi
yakni dengan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Oleh karenanya, KPK
bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur menyelenggarakan semiloka koordinasi dan
supervisi di Gedung Grahadi, Rabu (2/10).
Pada kesempatan itu,
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini didaulat menjadi narasumber. Bersama Kepala
Perwakilan BPKP Jatim, Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jatim, Kepala Dinas
Pertanian Jatim, Kepala Kantor Pertanahan Surabaya II, dan Kepala Kantor
Imigrasi I Surabaya, Risma -sapaan wali kota- memberikan paparan dihadapan perwakilan
lembaga pemerintahan se-Jawa Timur.
Wali kota perempuan
pertama di Surabaya ini menjelaskan, pelayanan publik merupakan bagian penting
dalam upaya mewujudkan zona bebas korupsi. Untuk itu, Pemkot Surabaya
berkomitmen memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Apalagi penandatanganan
pakta integritas antara pemkot dengan KPK seakan menjadi simbol tekad pelayanan
prima bebas korupsi.
Sejak proses awal
pembangunan, kata Risma, pemkot selalu mengedepakan transparansi. Hal ini bisa
dibuktikan melalui e-Musrenbang yang dirancang agar warga dapat mengetahui
apakah usulan pembangunan diterima atau ditolak. Kemudian, seluruh anggaran yang
digunakan pemkot diproses menggunakan sistem e-Budgeting. Dengan demikian,
pengawasan penggunaan anggaran sangat mudah dilakukan lantaran tercatat secara
detail. “Mulai dari kebutuhan alat tulis kantor hingga dana untuk air minum
galon semua terperinci dengan jelas,” terangnya.
Selain itu, untuk
memudahkan warga dalam mengurus perizinan, sejak 14 Maret 2013 pemkot mulai
menerapkan pelayanan perizinan online yang diberi label Surabaya Single Window
(SSW). Tujuan utamanya guna memangkas alur birokrasi dalam pengajuan izin agar
lebih praktis. Kini, pemohon tak perlu datang langsung ke kantor pemerintah,
sebab tahapan awal pengurusan perizinan dapat diakses dari mana pun. “SSW mampu
meminimalisir peluang tatap muka antara pemohon dengan pemroses perizinan
sehingga SSW bisa dikatakan sebagai salah satu sarana pencegahan tindak
korupsi,” kata Risma.
Lebih lanjut, dia
mengatakan, keunggulan lain yang dimiliki SSW yakni jangka waktu proses
perizinan sudah diatur dalam sistem. Dengan kata lain, tiap izin punya target
penyelesaian sesuai aturan yang berlaku. Jika terjadi keterlambatan yang bukan
disebabkan faktor kelengkapan berkas, melainkan karena kesalahan/kelalaian
pemroses maka sistem secara otomatis akan memberikan laporan yang diketahui
kepala dinas. Bahkan, demi memonitor kualitas layanan, laporan tersebut juga
ditujukan kepada Wali Kota Surabaya.
“Tak hanya itu,
pemohon juga dapat memantau sejauh mana progres perizinan yang sudah diajukan.
Berbagai kemudahan itu semata demi mewujudkan pelayanan prima yang notabene
sejalan dengan semangat KPK,” imbuh mantan Kepala Bappeko Surabaya ini.
Sementara Penasehat
KPK, Suwarsono dalam sambutannya menyatakan, pencegahan terhadap tindak korupsi
sejatinya bisa diawali dengan perilaku sederhana. Acapkali hal-hal yang
kelihatannya remeh justru menjadi asal mula terjadinya korupsi skala besar.
Pria asli Bojonegoro
itu juga menggarisbawahi peran pemimpin yang krusial dalam upaya pencegahan
korupsi. Menurut dia, pemimpin harus bisa menularkan nilai-nilai yang baik
kepada anak buahnya. “Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memindahkan
karakternya pada organisasi yang dipimpinnya,” ujarnya.
Di sisi lain,
Suwarsono membeberkan data pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK. Pada 2012 di
Jatim ditemukan 633 pengaduan. Jika diakumulasi dari 2004 sampai 2012 total
sebanyak 5.655 pengaduan. Angka tersebut menduduki urutan kedua terbanyak
setelah DKI Jakarta. “Selanjutnya pengaduan-pengaduan tersebut diverifikasi dan
ditindaklanjuti oleh KPK,” tukas dia.