Surabaya - Pemerintah mulai menerapkan pemanfaatan teknologi
untuk administrasi kependudukan, salah satunya dalam wujud KTP elektronik
(e-KTP). Sistem baru itu diproyeksikan bakal menggantikan KTP lama yang masih
konvensional. Namun, tak bisa dipungkiri, terobosan tersebut masih menyisakan
kebingungan bagi sebagian orang yang belum memahami penggunaan e-KTP yang
sebenarnya.
Guna memberikan gambaran yang jelas, Pemerintah Kota (Pemkot)
Surabaya menggelar sosialisasi tentang e-KTP di Graha Sawunggaling, Senin
(3/6). Peserta sosialisasi terdiri dari unsur kepolisian, kantor pertanahan,
imigrasi, pajak, notaris, dan para camat. Pada kesempatan itu, pemkot
menghadirkan Penanggung Jawab Perekaman e-KTP, Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) FX Garmaya serta anggota tim teknis e-KTP Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) Gembong Wibowanto sebagai pembicara.
“Kami menghadirkan pembicara yang kompeten untuk mengakhiri
segala polemik tentang e-KTP yang berkembang di masyarakat. Dengan ini,
diharapkan dapat dicapai suatu kesamaan persepsi tentang e-KTP,” kata Asisten
Bidang Pemerintahan, Sekkota Surabaya, Hadisiswanto Anwar saat membuka
sosialisasi.
Garmaya menjelaskan, keunggulan e-KTP dibanding KTP
non-elekronik yakni adanya chip yang hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip). Chip
tersebut memuat biodata, pas foto, tanda tangan dan sidik jari penduduk. Dengan
demikian, e-KTP tidak mungkin dipalsukan atau digandakan.
Oleh karenanya, melalui surat edaran Mendagri nomor
471.13/1826/SJ, menginstruksikan kepada semua unit kerja/badan usaha yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat, wajib memiliki card reader paling lambat akhir tahun 2013. Dengan adanya card reader, maka lembaga pelayanan
publik bisa memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Di sisi lain,
misalnya perbankan, tidak dimungkinkan lagi dibohongi oleh oknum nasabah yang
menggunakan identitas palsu.
Sementara soal larangan mem-fotokopi e-KTP, Garmaya
menggarisbawahi bahwa larangan tersebut ditujukan kepada lembaga pemerintah dan
swasta yang memberikan pelayanan publik, bukan kepada masyarakat pemilik e-KTP.
Berarti, masyarakat tidak dilarang mem-fotokopi e-KTPnya.
Larangan fotokopi, lanjut dia, bukan karena kualitas chip
e-KTP rendah atau mudah rusak, tetapi lebih kepada untuk menghindari/mencegah
pemalsuan. Mengingat, jika difotokopi, e-KTP sangat mungkin dipalsukan karena
tidak ada chip dalam fotokopi e-KTP. “Ini kan sudah serba elekronik. Kalau
sudah ada card reader buat apa di
fotokopi,” terangnya. Selain itu, dengan memanfaatkan card reader juga akan mengoptimalkan kepraktisan e-KTP itu sendiri,
karena tidak perlu menghabiskan kertas hanya untuk fotokopi KTP.
Anggota tim teknis e-KTP Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) Gembong Wibowanto, menilai, kualitas chip e-KTP sangat baik
dan sudah melalui serangkaian proses pengujian. Menurutnya, fotokopi saja tidak
akan dengan mudah merusak chip. Bahkan, jika basah, e-KTP tetap bisa digunakan
lantaran chip tersimpan di lapisan dalam yang tidak terjamah air. Hanya saja,
Gembong mengatakan, stapler paling berpotensi merusak chip karena bisa sampai
melubangi fisik e-KTP.
Di samping soal card
reader, sosialisasi tersebut juga membahas masalah banyaknya data ganda
yang terpantau Kemendagri. Garmaya mengatakan, hal ini disebabkan ada penduduk
yang melakukan perekaman data e-KTP lebih dari sekali di tempat yang berbeda.
“Terkait data ganda ini, kami himbau masyarakat cukup sekali saja melakukan
perekaman data e-KTP meskipun yang bersangkutan pindah tempat tinggal,”
ujarnya. Menurut Garmaya, pihaknya tengah mengkoordinasikan ribuan data ganda
tersebut ke pihak kepolisian. Jika terbukti ada unsur kesengajaan untuk tujuan
tertentu, oknum tersebut akan diproses secara hukum.
Usai sosialisasi, BPPT melakukan demonstrasi penggunaan card reader versi terbaru. Tidak seperti
versi sebelumnya dimana perangkat CPU, card
reader, dan sidik jari terpisah, Card
reader baru ini lebih praktis karena seluruh perangkat terintegrasi dalam
satu kotak. Pemilik e-KTP tinggal meletakkan e-KTPnya diatas scanner, lalu menempelkan sidik jari di
bagian tengah kotak. Selanjutnya, data penduduk akan tertera di monitor yang
ada di bagian atas kotak berwarna dasar putih itu. Istimewanya lagi, ini adalah
kali pertama BPPT memperkenalkan card
reader baru itu ke publik.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil)
Surabaya, Suharto Wardoyo, sependapat bahwa alat baru yang masih berstatus
prototipe itu lebih praktis. Namun, menurut dia, pemkot masih menunggu surat
resmi tentang spesifikasi piranti tersebut dari Kemendagri. Dari situ, baru
bisa dilakukan pengadaan card reader.
“Untuk lingkup Pemkot Surabaya, kami membutuhkan 291 card reader. Angka itu merupakan kajian
dari Bappeko (Badan Pengelolaan Pembangunan Kota) Surabaya. Tapi, realisasinya
akan menyesuaikan dengan anggaran,” kata Suharto. (*** )