Surabaya Newsweek- Tidak bisa terbendung lagi
pemberlakuan denda akta kelahiran akhirnya terealisasi juga , dengan arti lain
tidak ada kebijakan dalam aturan tersebut atau toleransi waktu untuk masyarakat
yang tidak mampu dan juga minta
keringanan untuk pembayaran denda setiap masyarakat yang terlambat mengurus
surat akta kelahiran .
Namun demikian pihak Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) harus menempuh upaya jemput
bola. Untuk warga Surabaya yang
terlambat mengurus akta kelahiran Salah
satunya dengan menggelar sidang keliling seperti yang terjadi di balai kota,
Kamis (28/3). Yang paling menarik beberapa
pejabat Pemkot nampak hadir mengikuti
sidang diantara puluhan pemohon.
Mereka adalah Kepala Dinas
Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Djumadji, Kasi Penanganan Sengketa Tanah
DPBT Theddy Hasiholan, Inspektur Pembantu Wilayah III Inspektorat Halim Mustofa
Kamal, Kasi II Inspektur Pembantu Wilayah III Inspektorat Handayani, dan
Auditor Madya Inspektorat Sri Untayani.
Meskipun berstatus pejabat publik, tak ada perlakuan
khusus yang diperoleh kelima orang itu. Mereka ikut mengantre dan membayar
denda keterlambatan sebesar Rp 100 ribu di loket yang dibuka Dispendukcapil.
Itu menunjukkan kebijakan yang berlaku memang tak pandang bulu.
Halim yang ditemui usai proses
persidangan mengakui bahwa ia belum mempunyai akta kelahiran. Sebab, menurutnya
pada saat dirinya dilahirkan memang belum ada ketentuan mengenai akta lahir.
“Dulu tidak ada aturan yang jelas tentang itu. Tapi yang pasti saya punya surat
kenal lahir dari pemerintah setempat,” ujar pria kelahiran Boyolali 1963 tersebut.
Halim tidak malu mengurus akta
kelahiran meski sudah sangat terlambat. Di mata Halim, itu justru merupakan
bentuk sikap taat administrasi kependudukan. “Apalagi abdi masyarakat seperti
saya ini ya harus memberi contoh yang baik dalam mentaati aturan,” imbuhnya.
Sementara Kadispendukcapil Suharto
Wardoyo menyatakan pemegang akta kelahiran per 28 Februari 2013 baru 1.464.320
jiwa. Padahal, jumlah penduduk Surabaya berdasarkan data agregat kependudukan
(DAK) yang telah disortir Kemendagri mencapai 2.719.859 jiwa. Itu artinya,
Dispendukcapil masih harus mendorong masyarakat agar memiliki akta kelahiran.
Sidang keliling merupakan salah satu
solusi, disamping secara rutin menggelar sosialisasi dari kecamatan ke
kecamatan. Tujuannya, adalah untuk mendekatkan proses penetapan pengadilan agar
warga tak perlu jauh-jauh ke kantor pengadilan negeri (PN). Dalam sidang
keliling di balai kota, Dispendukcapil menghadirkan dua hakim dan dua panitera.
Prosesnya pun terbilang cepat. Masing-masing pemohon rata-rata hanya butuh
waktu lima menit.
Suharto menjelaskan, awalnya pemohon
menghadap hakim dan panitera dengan didampingi dua orang saksi. Setelah
mendapat pernyataan dari saksi, hakim menyodorkan berkas kepada pemohon untuk
ditandatangani dan pemohon mendapat surat pengantar dari PN. “Surat itu bisa
langsung dimasukkan ke loket yang kami buka di balai kota, sekaligus pemohon
bisa melakukan pembayaran denda keterlambatan,” kata pejabat yang akrab disapa
Anang ini. Lebih lanjut, dia mengatakan, setelah semua proses selesai pemohon
tinggal menunggu selama tujuh hari kerja dan akta kelahiran bisa diambil di
kantor Dispendukcapil.
Sebagai
informasi, sesuai Undang-undang (UU) 23/2006 Tentang Administrasi Kependudukan
dan Perda 5/2011 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, bahwa sejak
1 Januari 2012, warga yang terlambat mengurus akta kelahiran lebih dari setahun
wajib melalui penetapan pengadilan negeri. “Dan terhitung sejak 1 Januari 2013,
denda keterlambatan sebesar Rp 100 ribu resmi berlaku,” terang mantan Kabag
Hukum itu. ( Ham )